Skip to main content

Sekomandi, Tradisi Tenun Purba yang Harus di Lestarikan

Info Manakarra - Kalumpang adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Mamuju yang menyimpan kekayaan budaya dan seni tradisi leluhur ratusan tahun dan masih terjaga hingga saat ini. Salah satu tradisi yang masih melekat di suku Kalumpang yakni tradisi menenun yang dikenal dengan tenun ikat tradisional sekomandi tepatnya berada di desa kondobulo. Dan motif tenun ikat dari Kalumpang ini dikenal sebagai salah satu ragam motif tertua di dunia

Jaman dahulu kala selain dibuat untuk kepentingan sendiri misalnya pakaian adat tenun ikat ini juga menjadi alat tukar bernilai tinggi yang biasanya dibarter dengan beberapa hewan peliharaan seperti kerbau atau babi.

Keunikan kain tenun Ikat Kalumpang ini terdapat pada pola warna dan struktur kain semua proses pengerjaannya dilakukan dengan tangan dan atau ditenun dengan menggunakan alat-alat tradisional dan dibutuhkan waktu berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan-bulan untuk memproduksi sehelai kain tenun ikat sekomandi, proses Tenun Ikat Kalumpang dilakukan dengan beberapa tahapan yakni tahap pertama dilakukan pemintalan benang dari kapas yang biasanya diambil dari tanaman kapas yg ditanam penduduk desa di wilayah Kalumpang, kemudian tahapan kedua adalah mengikat kumpulan benang yang merupakan salah satu teknik sebelum mewarnai benang yang akan ditenun.

Tahapan selanjutnya merupakan tahapan yang cukup panjang yakni tahapan pewarnaan. Pada proses pewarnaan ini pertama-tama yakni pemberian bahan perekat warna yang terdiri dari cabe sebagai bahan utama/kemiri, lengkuas, jah dan kluwak. Sementara itu dibuat pula rendaman abu yang terbuat dari pohon palli atau sejenis kulit kayu. Setelah air rendaman diambil dan dicampur dengan perekat warna tadi, campuran perekat warna kemudian dipoleskan ke benang hingga meresap. Dan tahapan selanjutnya benang dijemur selama 30 hari untuk memperkuat warna dan agar tidak luntur.

Benang yang sudah diberi warna dasar biasanya berwarna cream kekuning-Kuningan. Dan kata dia, benang kemudian diikat perkelompok sekitar 12 Helai benang yang diikatkan pada alat yang disebut Katadan. Katadan adalah sebuah alat untuk menahan benang pada saat diikat agar rapi. Dan benang yang diikat inilah yang nantinya akan membentuk corak kain.

Selain itu, untuk menciptakan motif tertentu sang penenun sebelumnya tidak membuatkan pola atau sketsa pada benang yang diikat pada Katadan. Namun pembuatan pola motif dan sketsa adalah hasil imajinasi penenun. Uniknya lagi motif yang dibuat bukan sembarang motif tetapi motif- motif tersebut ada jenisnya dan memiliki makna. Beberapa jenis motif tenun ikat sekomandi tersebut seperti Motif Ba'ba diata, Lele Sepu Ulu Karua lepo, Ulu Karua Barinni' Pori dappu, Tosso' Balekoan, Tonoling, dan motif Toboalang.

Setelah motif terbentuk, maka dilakukan pewarnaan merah dari akar kayu Mengkudu benang bermotif tersebut dimasak kemudian dicuci lalu dijemur sampai kering setelah kering kemudian dimasukkan kembali kedalam Katadan untuk diikat kedua kalinya. Dan

Proses selanjutnya yakni pemberian pewarnaan hitam dan biru dari daun Tarun dan daun Bilatte yang juga dimasak lalu dikeringkan dan dimasukkan kembali kedalam Katadan untuk diikat kesekian kalinya.

Tahap terakhir adalah proses penenunan kain Pada tahap awal benang yang telah direbus. Dan diberi warna dibuka tali pengikatnya dengan ekstra hati-hati. Tujuannya agar susunan benang dan susunan warna tidak kacau. Benang diikat satu Persatu lalu dipasang kealat tenun dan siap ditenun.

Tradisi tenun kain ini sekarang sudah mulai jarang dilakukan mengingat proses pembuatan kain ini cukup sulit dan butuh waktu yang lama hanya untuk menghasilkan satu helai kain saja. Kita berharap agar tradisi tenun kain ikat Sekomandi ini mendapat perhatian serius dari pemerintah selain sebagai warisan budaya juga Kain ikat Sekomandi adalah ikon pariwisata daerah kita.

Comments

Popular posts from this blog

Viral, Warga Pilipina Ber-KTP Mamuju Sulbar, Lho kok bisa? Selengkapnya FOR SULBAR

(Foto Source : Facebook) -FOR SULBAR- Beberapa hari terakhir warga Sulbar dikejutkan dengan beredarnya foto KTP dengan alamat Jalan Muh. Husni Thamrin, Desa Rimuku, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat yang Berkewarganegaraan Pilipina. Dari foto diatas dapat kita lihat Pemilik Kartu Tanda Penduduk itu Bernama Eriberto Obod Montefalcon, memiliki NIK dan KTP itu berlaku hingga 2023. Kepala Bidang Pelayanan Pendaftaran Kependudukan Disdukcapil Mamuju, muh Husni membenarkan adanya WNA ber-KTP Mamuju. "ya itu bukan hoaks, memang ada orang Pilipina di mamuju dan memiliki KTP" tegasnya Lantas Netizen Bertanya Apakah Warga Negara Asing (WNA) benar-benar bisa memiliki KTP? Dirjen Dukcapil Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh mengatakan bahwa Warga Negara Asing (WNA) atau Orang Asing (OA) tidak dilarang memiliki KTP elektronik. Menurutnya, itu sudah sesuai dengan amanat undang-undang Administrasi Kependudukan (Adminduk). Undang-undang yang memperbolehkannya.

Mengenal Lebih Dekat Rumah Adat Lempo Gandeng yang ada di Mamuju Tengah

Info Manakarra - Mamuju Tengah merupakan pemekaran dari Kabupaten Mamuju. Mamuju di masa lalu adalah salah satu kerajaan di Mandar/Sulawesi Barat yang bersatu dalam suatu organisasi ketatanegaraan berbentuk federasi yang dinamakan “Pitu Babana Binanga”, kerajaan yang terdapat di muara ini adalah Kerajaan Balanipa, Kerajaan Binuang, Kerajaan Banggae, Kerajaan Sendana, Kerajaan Pamboang, Kerajaan Tappalang, dan Kerajaan Mamuju. Dari kerajaan Mamuju dihadiri oleh raja Mamuju bernama Tamejammeng. Dari keturunan Bangsawan yang diberi gelar Maradika. Mamuju Tengah resmi berdiri sebagai sebuah Daerah Otonomi Baru (DOB) dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 4 Tahun 2013. Rumah Adat Lempo Gandeng Merupakan Rumah Adat " Masyarakat Adat Budong-Budong" Dari Nama Lempo Gandeng (Bahasa Budong-Budong) Yang Berarti Rumah Bergandengan, dapat dilihat dari sejarah masyarakat adat Budong-Budong Itu sendiri Yang meliputi Tangkou, Topoyo Dan Tobadak. Dari Bentuk Rumah Adat ini memil

Mengenal Lebih Dekat Suku Mandar di Sulawesi Barat

Info Mannakarra - Mandar adalah suatu kesatuan etnis yang berada di Sulawesi Barat. Dulunya, sebelum terjadi pemekaran wilayah, Mandar bersama dengan etnis Bugis, Makassar, dan Toraja mewarnai keberagaman di Sulawesi Selatan. Meskipun secara politis Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan diberi sekat, secara historis dan kultural Mandar tetap terikat dengan “sepupu-sepupu” serumpunnya di Sulawesi Selatan. Istilah Mandar merupakan ikatan persatuan antara tujuh kerajaan di pesisir (Pitu Ba’ba’na Binanga) dan tujuh kerajaan di gunung (Pitu Ulunna Salu). Keempat belas kekuatan ini saling melengkapi, “Sipamandar” (menguatkan) sebagai satu bangsa melalui perjanjian yang disumpahkan oleh leluhur mereka di Allewuang Batu di Luyo. Rumah adat suku Mandar disebut Boyang. Perayaan-perayaan adat diantaranya Sayyang Pattu'du (Kuda Menari), Passandeq (Mengarungi lautan dengan cadik sandeq), Upacara adat suku Mandar, yaitu "mappandoe' sasi" (bermandi laut). Makanan khas diantara